KONSEP TASAWUF IMAM AL-GHAZALI
Link "ayyuhal walad", klik disini
Imam Al-Ghazali adalah ulama yang dijuluki "hujjatul Islam." Gelar ini mengandung makna Beliau adalah hujjah atau referensi utama bagi masyarakat muslim.
Diantara keilmuan yang Beliau sangat mumpuni adalah dalam bidang tasawuf. Dunia Islam mengakui kedalaman tasawuf dan sufisme yang ada pada diri Imam Al-Ghazali.
Dalam karya monumental AL-GHAZALI yang berjudul "Ihya Ulumuddin" sudah menjelaskan berbagai kajian keagamaan. Segala persoalan umat sudah dijelaskan secara mendalam. Inilah "Magnum Opus" Imam Al-Ghazali.
Dalam tulisan ini, dicoba untuk disampaikan materi tentang konsep tasawuf dalam pandangan Al-Ghazali.
PANDANGAN AL-GHAZALI TENTANG TASAWUF
Tasawuf atau yang dikenal juga sebagai sufisme merupakan suatu ajaran tentang bagaimana menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, serta membangun dhahir dan batin untuk dapat memperoleh kebahagiaan abadi.
Penjelasan Imam Al-Ghazali tentang tasawuf dan sufi bisa juga dibaca disini. silahkan klik disini
Al-Ghazali menyimpulkan bahwa kebenaran yang hakiki dapat ditempuh melalui jalan sufistik. Inti dari ajaran tasawuf yang dilakoni oleh Al-Ghazali adalah tasawuf akhlaki yang bertujuan untuk perbaikan akhlak. Dalam kajian sufisme, disamping tasawuf akhlaki ada juga tasawuf falsafi yang lebih fokus pada konsep teoritis tentang pandangan ulama terkait Tuhan.
Konsep tasawuf akhlaki Al-Ghazali adalah hablum minallah (hubungan baik dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan baik dengan manusia). Jika sudah menempuh dua jalan tersebut, menurut Al-Ghazali, seorang muslim sudah menjadi sufi, tanpa harus mengenakan atribut kesufian, seperti jubah, bertongkat, janggut lebat, dan lain sebagainya.
Berikut ini inti dari ajaran tasawuf menurut Al-Ghazali. Silahkan klik disini
1. Jalan (At-Thariq)
Jalan tasawuf yang dapat ditempuh seorang muslim terbagi menjadi lima jenjang (maqamat), yaitu tobat, sabar, kefakiran, zuhud, dan tawakal.
Kelima jenjang itu harus harus dilakoni dengan hidup menyendiri atau setidaknya diam sejenak, mengintrospeksi diri untuk membina kalbu agar tidak tergoda pada kenikmatan duniawi.
2. Makrifat
Makrifat adalah pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun. Dalam hal ini, pengetahuan yang dimaksud adalah zat Allah SWT dan sifat-sifatnya. Mencapai makrifat adalah esensi dari taqarrub atau pendekatan diri seorang hamba pada Tuhannya.
Sarana untuk mencapai makrifat, menurut Al-Ghazali adalah kalbu yang suci, bukan dari perasaan atau akal budi. Kalbu dalam tasawuf adalah percikan rohaniah ilahiah yang merupakan inti dari hakikat manusia.
Kalbu yang suci ini akan menuntun pada hati nurani yang bersih. Namun, makrifat ini tidak boleh hanya bersandar pada intuisi semata, melainkan juga harus sejalan dengan syariat (Al-Quran dan hadis), serta bertujuan untuk menyempurnakan moral dan akhlak manusia.
3. Tingkatan Manusia
Dalam tasawuf Al-Ghazali, terdapat tiga tingkatan manusia, yaitu orang awam yang cara berpikirnya sederhana sekali, kaum pilihan yang berpikir tajam dan mendalam atau golongan khawas, dan kaum ahli debat yang dapat mempersuasi orang dan mematahkan argumen (al-mujadalah).
Dari tiga tingkatan tersebut, yang paling umum adalah golongan pertama dan kedua, yaitu orang awam dan orang khawas. Orang awam sering kali hanya dapat membaca tanda-tanda dan pengetahuan yang tersirat. Sementara itu, orang khawas dapat membaca yang implisit dan melihat gagasan di balik suatu peristiwa.
4. Kebahagiaan
Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan adalah tujuan akhir dari jalan sufi, sebagai buah perkenalannya dengan Allah SWT.
Dalam konsep tasawuf, kebahagiaan itu dapat hadir melalui ilmu dan amal. Ketika seorang manusia paham dan mengerti suatu konsep, serta mempraktikkannya, maka ia akan menemukan kebahagiaan.
Contohnya, permainan catur akan sangat memusingkan bagi orang yang tidak paham tata aturan permainannya. Sebaliknya, pecatur yang paham teori dan konsepnya akan menikmati permainan tersebut. Kebahagiaan permainan catur hanya dapat diraih melalui pengetahuan dan praktik bermain catur tersebut.
Bagi Al-Ghazali, kehidupan manusia ini pun tak berbeda dari konsep catur di atas. Jika seseorang memiliki pengetahuan dunia dan akhirat, maka ia akan sampai pada kebahagiaan yang hakiki.
Selain itu, bukankah kehidupan dunia ini juga permainan belaka, sebagaimana tergambar dalam surah Muhammad ayat 36:
"Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta hartamu," (QS. Muhammad [47]: 36).
Komentar
Posting Komentar