Qurban; Bukti cinta hamba pada Tuhan
Allah telah memberikan nikmat yang luar biasa banyaknya kepada manusia. Saking banyaknya, Allah pernah menyatakan dalam ayatNYA, bahwa jika kamu mwnghitung nikmat yang Allah berikan maka engkau tidak akan mampu menghitungnya.
Nikmat lahir dan nikmat batin serta nikmat yang sangat besar yaitu nikmat keimanan dalam jiwa kita.
Maka tugas kita sebagai manusia adalah bersyukur atas kenikmatan tersebut.
Di bulan Dzulhijjah ini ada cara bersyukur yang bisa dilakukan seorang muslim yaitu dengan cara berqurban.
Hal ini Allah SWT jelaskan dalam QS Al-Kautsar ayat 1-3.
1. "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak."
2. "Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."
3. "Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
Jelaslah, sholat dan qurban adalah bentuk syukur seorang hamba kepada Allah SWT.
Ibadah qurban yang dilaksanakan oleh orang yang beriman sesungguhnya bagian dari relasi atau hubungan ia dengan Allah SWT. Secara umum, para ulama membagi hubungan seorang manusia sebagai hamba Allah dengan Allah SWT itu dalam empat macam hubungan.
1. Tidak berhubungan sama sekali. Ini adalah dilakukan oleh orang yang ingkar atau kafir. Orang kafir tidak mengakui keberadaan Tuhan. Mereka menganggap bahwa segala yang terjadi dalam diri dan lingkungannya adalah atas peran mereka sendiri. Keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan ditiadakan atau mereka memiliki tuhan yang lain yang menggantikan posisi ketuhanan Allah SWT.
2. Hubungan kewajiban. Kepatuhannya karena ia merasa wajib untuk patuh pada Allah SWT sebagai Tuhannya. Dalam relasi kehambaan seperti ini, penggerak perilaku peribadatan adalah merasa diberi kewajiban untuk beribadah. Allah SWT dalam Al-Qur'an pernah berfirman: "dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Allah SWT."
Ibadah adalah wajib hukumnya sehingga ia menjalankannya. Ini masih ada jarak. Karena disuruhlah maka ia melakukan sesuatu, artinya, jika tidak disuruh maka tidak ia lakukan.
3. Hubungan pamrih. Kepatuhan dan ketaatan hamba dalam relasi ini karena ia merasa butuh kepada Allah SWT. Ia butuh nikmat yang Allah berikan. Segala apapun yang ia butuhkan dan ia yakin bahwa hanya Allah yang mampu memberikannya, inilah yang menjadi motivasi ia melaksanakan ketaatan. Disini juga masih berjarak. Rasa pamrih dan merasa butuh menjadikan ia orang yang taat. Jika dalam satu kesempatan atau situasi ia tidak membutuhkan sesuatu itu lagi, akankah ia tetap taat kepada Allah? Inilah relasi yang masih berjarak.
4. Hubungan cinta. Kepatuhannya karena didasari rasa cinta kepada Allah SWT. Inilah relasi tertinggi seorang hamba dengan Tuhannya.
Jika hamba sudah ada rasa cinta terhadap Tuhannya, maka ia akan sukarela menjalankan apapun yang disukai oleh tuhan. Baik disuruh atau tidak disuruh. Baik yang wajib maupun yang sunah, bahkan yang mubahpun tetap ia jalankan asalkan Allah SWT menyukainya.
Sebab, seorang pecinta, orientasinya adalah yang dicintainya. Apapun yang akan ia lakukan, maka ia akan bertanya dalam dirinya, "dia suka tidak jika aku melakukan ini?"
Apapun perintah Allah, ia akan laksanakan.
Apapun perbuatan yang dilakukan, dasarnya adalah karena Allah
Ia hanya mau didikte oleh Allah, karena Allah telah ia cintai.
Ada sebuah kisah hikmah yang menggambarkan betapa kepatuhan kepada Allah seharusnya yang menggerakkan sebuah perilaku seseorang. Cerita seorang kiyai yang dikerjain oleh pemuda tetangganya.
Suatu saat seorang pemuda menemui seorang kyai. Ia mengatakan, "Wahai Kyai, datanglah ke rumahku besok, aku ingin konsultasi dengan engkau."
Keesokan harinya sang Kyai datang ke rumah pemuda tersebut memenuhi undangannya.
Sesampainya di rumah tujuan, si pemuda menyambut Kyai dengan berkata, "Wahai Pak Kyai, saya tidak jadi butuh konsultasi denganmu, silahkan pulanglah."
Dengan senyum teduh Pa Kyai pulang ke rumahnya. Tanpa sedikitpun rasa dongkol ataupun marah dalam hatinya.
Di lain waktu si pemuda kembali bertemu Kyai dan mengutarakan hal yang sama. Sang Kyai pun kembali memenuhi undangan tersebut. Dan sekali lagi ia diperlakukan yang sama seperti undangan pertama. Pak Kyai kembali pulang dengan lapang dada tanpa ada rasa marah dalam dirinya.
Perlakuan si pemuda ini terulang sampai tiga kali. Dan tiga kali pula Sang Kyai merespon dengan respon kesabaran dan kesantunan yang luar biasa.
Si pemuda penasaran, kemudian ia berkata: "Wahai Pa Kyai, Engkau aku perlakukan seperti ini, mengapa engkau kelihatan biasa-biasa saja tanpa ada rasa dongkol dan marah sedikitpun?"
Pa Kyai menjawab: "Hai anak muda, Allah menyuruhku agar berlaku baik kepada tetangga, itu saja." "Apapun perlakuanmu padaku, itu tidak akan merubah perlakuanku pada tetanggaku,"
Mendengar jawaban Pa Kyai tersebut, si pemuda menangis, menyesali perilakunya selama ini dan ia pun minta maaf pada Pa Kyai.
Kisah hikmah ini menjadi teladan bagi orang beriman, betapa sikap dan perlakuan orang terhadap dirinya tidak berpengaruh bagi dirinya dalam berlaku dalam hidup. Allahlah yang menjadi Dzat yang mengatur hidupnya. Allahlah yang mendikte hidupnya, bukan perlakuan dan respon sosial lingkungannya.
Saat Allah memerintahkan untuk qurban di bulan Dzulhijjah, maka dengan senang hati orang beriman akan mengerjakannya. Hal ini terjadi karena yang menyuruh adalah Dzat yang ia cintai.
Namun demikian, ada beberapa hikmah yang bisa direnungkan dalam perintah qurban ini, yaitu:
1. Kepatuhan. Artinya apapun yang diperintahkan Allah SWT, maka orang beriman selalu taat dan patuh.
2. Kecintaan. Saat Yang ia cintai menghendaki, maka Sang pecinta akan mewujudkannya. Inilah bukti cinta.
3. Kepedulian. Dalam qurban ada wujud kepedulian sosial. Daging qurban yang dibagikan kepada para dhuafa di lingkungan sekitarnya adalah bukti kepedulian. Saling berbagi dan menunjukkan empati.
4. Semangat pembebasan. Secara hakiki, dalam qurban ada semangat pembebasan. Orang beriman tidak mau dikungkung dan dikuasai oleh materi. Ia tidak terikat dan diatur oleh materi. Maka, ia keluarkan sebagian hartanya untuk berqurban. Seolah ia berkata, "wahai harta, selama ini aku mengumpulkan dan menjagamu, sekarang aku keluarkan, karena aku tidak mau dijajah olehmu."
Inilah semangat pembebasan untuk tidak terikat terhadap dunia selaligus semangat untuk bertauhid kepada Allah SWT.
Qurban, bukti cinta hamba
Semoga kita mampu memaknai ibadah qurban dengan benar.
#catatan_abwah
Komentar
Posting Komentar